Monday, August 15, 2016

Curhat Part 2 : Survival

Tengah kota sama,tak ubah seperti hutan belantra.  Survival tak hnya d hutan rimba tpi d kota besar seperti jakarta pun survival diperlukan.

  Banyak warga jakarta yang pro dan kontra dengan Ahok.  Saya seyogyanya orang jogja hanya berpetualang ria di jakarta,  hanya berkunjung silaturohim ktmpat sanak sodara, pak lek dan sahabat disana. Banyak pemukiman dan pasar digusur. Beberapa hari disana, Saya diajak ke pelabuhan sunda kelapa, pusat perdagangan dari zaman majapahit. disana ada pasar tradisional banyak penjual ikan dan alat nelayan semua habis ludes diratakan entah akan dibangun apa.  Memang mungkin ini jaman modern, modernitas atas nama penbangunan sampai banyak warga disingkirkan yang notabene itu warga warga yg tak punya cukup modal seperti kaum kapitalis. Sampai makam leluhur penyebar agama islam,  makam syach,  wali,  pun hmpir rata dengan alat berat. Ya.. Saya hanya ngobrol rokokan saja dengan orang jakarta, dimana pun disana untuk menambah akrab tema itu kita perbincangkan. nyatanya saya tak tau pastinya di kota yg serba memusingkan ini. 

Jaman dimana orang mengira utara ternyata selatan,  mengira roti ternyata tai. Dan semoga kita selalu diberi hidayah cahaya oleh-Nya

Apakah nantinya Jakarta atau kota besar lain akan hanya dihuni oleh orang2 elit?  Isinya kantor2,  perumahan elit,  dunia hiburan?  Tinggal di appartenen atau rumah susun seperti kandang ayam,  tak tau kanan kiri tetangganya. Sawah –sawah dan hutan sih banyak dan maju pesat, tapi bukan punya kita namun punya mereka. Kiblat kemajuan apakah ternilai dari itu?  Parameter kebahagiaan apakah uang?  Masjid tua dibedol dan ditancapkn d tempt lain, lahanya untuk dibangun tempat hiburan atau perumahan elit?

Dan ternyata agama baru bernama uang itu berkembang pesat, kehidupan materialisme, sekularisme membuat jalan dengan nama kapitalisme. Seperti di kampung tercinta orang rela membayar denda gotong royong dibanding harus ikut bersusah payah. Ya itu memang umum dan tak usah dipermasalahkan karena sudah menjadi common sense.  Entah lah itu hanya angen angen,  utawa prasangka saya saja karena saya pun hanya mnduga duga. 

Cukup dibuat pusing lagi kemarin saya dengan paklek saya menyusuri kota ini dengan motor, dari sunter (Jakarta utara) menuju cikarang (bekasi). Kebetulan kabel kopling motor paklek putus dan sangat susah mencari bengkel karena di komplek kelapa gading (kawasan mall), tak ubahnya kami macet di kawasan kanan kiri hutan atau pematang sawah luas yang susah juga menemukan bengkel. akhirnya kita paksa naiki gimanapun caranya.
Orang menyebut kota, di kampung-kampung kita pun bisa menjadi kota. Lahan –lahan dibeli pemodal untuk dibangun perumahan perumahan mewah, menjadi ada benteng yang sangat tinggi sekali ibarat para penjajah voc membangun banteng pertahanan di belakang pemerintahan kerajaan pribumi. Ada juga yang bangga lahannya dijual karena ada pembangunan pabrik, bukaknkah negeri ini negeri agraris. 

Entahlah, saya pun tersadar dari lamunan itu, melanjutkan nyeruput kopi hitam buatan bulek saya yang sangat joss, bersiap berkemas pulang ke jogja tercinta.

Sunday, August 7, 2016

Cita - citaku

Entah ini curhatan atau apa ? karena kalo aku tulis di wall fb pasti itu menjadi status,.. wong ini curhatan bukan status.. wong ya Cuma tulisan nglantur pagi-pagi menikmati gending-gending ladrang ketawang dan suara perkutut.

 Apa cita – citamu dari kecil ?
bermimpi ingin menjadi petani, menjadi pilot, menjadi ilmuan, menjadi dokter atau ingin menjadi petani, pedagang, menjadi maling yang menafkahkan hartanya untuk fakir miskin seperti kisah sunan kalijaga ? Buat ita yang hidup atau lahir dijaman reformasi, jaman orde baru mungkin cita-cita itu sudah tergambar jelas, itu adalah pekerjaan yang enak dan asik seperti pilot, dokter,atau bahkan musisi.. timbul pertanyaan, lalu apa yang dicita-cita kan moyang kita dulu ya yang hidup di orde lama atau di jaman kerajaan dulu ? hanya petani saja,  abdi kerajaan  atau apa ? pasti sangat berbeda dari anak jaman sekarang, dan entah sewaktu kita kecil ingin menjadi ini itu, itu dapat gambaran dari siapa .. dari orang tua, teman balita kita dulu atau bahkan tv ? Kalo kata pepatah gatungkan cita-cita setinggi langit.. kalo bercita – cita menjadi presiden, ya besok kalo meleset-melesetya jadi menteri lah.
Dan sepertinya kita tidak perlu komplain kepada Tuhan akan nasib kita sekarang kok malah menjadi ini itu, punya rambut hitam, pirang botak, gigi mrongos, kulit hitam,. Toh itu adalah personalitas. Yang kita tumbuhkan mungkin lebih baik identitas dari diri kita,. Identitas ,, kumpulan kepercayaan dalam diri kita baik kita sadari atau enggak. Paling gak ya yang penting ada yang kita bisa meskipun sedikit, untuk menunjukan eksistensi,. Bukan untuk di puji tapi paling gak supaya kepala kita bisa sedikit tegak.
Dan sampai sekarang saya masih sangat meyakini, bahwa kita tak bisa menentukan hidup kita. Berusaha setengah mati, dengan target yang sangat besar,. Target puluhan juta dan ternyata gak sampai sama sekali atau malah bangkrut,.. malah menjadi down sendiri. Target dan hasil bukan kita yang menentukan, Kalo mengutip kata simbah Emha ainun najib,. Kamu harus yakin dengan jalanmu, keyakinan prinsip hidupmu, Tuhan yang menentukan.

kalo kamu ingin sesuatu yang kita inginkan maka kamu harus konsentrasi memahami dirimu sendiri. Perjuangan paling berat adalah kita harus mengerti diri kita sendiri.
Ya urusan benar salah difikir belakanganlah, sesuatu yang kita anggap benar suatu saat pasti akan salah ketika kita  menemukan kebenaran yang lain. sesuatu yang kita anggap salah bisa akan menjadi benar suatu saat ketika kita melihat itu dari sudut pandang yang lain untuk memahaminya.