Sunday, July 21, 2013

Angin pulau Batangan

layar telah mengembang, saatnya kembali mengarungi samudra tak terbatas.
senang berkenalan dengan kalian, pak dasuki, Pak sampang, pak To dan
kau raras, gadis desa beranjak matang yang membuat aku betah di kampungmu.
sebulan ternyata waktu yang sangat pendek.
raras, tak kusangka air matamu menetes melihat kepergianku.
 "aku gak pergi raras, aku hanya akan bersinggah sebentar ke pulau yang lain
dan atas ijin -Nya aku akan mengukir kembali cerita kita di pulau kecil ini".itulah kata terakhirku
kepadanya.

Ceritaku laksana seorang sinbad yang seakan penguasa lautan raya atau jack sparrow penakluk kraken dan davy jones, padahal biasa saja
aku hanyalah seorang anak nelayan dari desa Gandar.
Sudah 35 tahun bapak menjadi sorang nelayan.
Ibuk hanyalah seorang tukang adang (tukang masak nasi) ketika orang ada hajatan yang gajinya hanyalah sebatas
untuk membeli sabun dan odol yang lainnya biasanya diupah beras, nasi atau bumbon (bawang merah, putih atau yang lainnya)
Orangtuaku ingin semua anaknya sekolah tinggi dan gimana caranya mendapatkan uang untuk menyekolahkan, hanya aku saja yang tak mau kuliah dulu karena aku tau mereka sudah engkak engkik (makin rapuh) mencari uang.
Aku adalah anak terakhir dari 3 bersaudara, kakakq pertama adalah seorang laki-laki sarjana ilmu pasti yang bekerja di fotokopian. kakakq yang kedua perempuan dan sekarang sedang mengandung 3 bulan dengan seorang perjaka pengrajin topeng.
Baru kuliah 4 semester terus cuti buru-buru ingin nikah saking jatuh cintanya dengan Mas Salim. Pernah waktu itu dia tunjukan kepadaku topeng karya mas salim pencitraan wajahnya. Dia bernama Kasih, nama panjangnya Kasih puspita wulandari.
Boleh dibilang mbak kasih berparas cantik nyatanya sudah 5 perjaka dulu ditolaknya padahal salah satunya ada yang juragan ayam potong,
salah satu yang lain ada yang pns menjadi orang kejaksaan dan entah kenapa mbak kasih memilih mas salim menjadikan imam hidupnya
seorang pengrajin topeng dari kampung tambaksari.
Sudah 2 tahun yang lalu aku tamat Madrasah, satu tahun ikut pak lek jualan ikan di pasar talok.
Dan sekarang aku ikut bapak mencari ikan di laut utara jawa.

Seperti biasa kami mencari ikan dengan cara tradisional, sekarang ikan sudah tidak sebanyak dulu kata bapak.
Kunyalakan lampu tak tau ini namanya lampu apa ? orang meyebutnya lampu mercuri karena lumayan sangat terang membuat boros solar
yang sekarang harganya makin naik. di permukaan air laut utara yang tenang kusorot lampu, bapak memasang jaring dahulu di bawahnya.
ikan itu entah lapar atau bodoh mau saja mendekat berkerumun di terang lampu mercury.
Bagaikan pasukan laut majapahit menghadapi datangnya badai, aku cepat menarik tali jaring dengan cepat dan ikan pun tertangkap karena lubang jaring kian mengecil.
Menyenangkan sekali, berbekal kompas goyang kami pun melanjutkan perjalanan, kami ingin menepi karena sudah mendekati pagi.
waktu menunjukkan pukul 3 pagi, kami menepi di sebuah pulau entah itu pulau apa. Djancok kami kira pulau madura ternyata bukan.
Nama pulau ini pulau batangan, entah pulau ini terletak di sbelah mananya madura bahasanya pun campuran ada yang berbahasa madura dan ada yang
berbahasa using banyuwangi. Ikan - ikan tangkapan kami dibeli habis oleh orang sini dan kami pun disuruh beristirahat di rumah pak Sampang.
Orang tua yang tidak beranak dan suami istri dengan bu sampang mereka hobi beli nomer hongkong (semacam togel).
Bapak masih jagongan dengan pak Samang, Kurebahkan badan ku di amben depan rumahnya.
Antara sadar etah aku udah tertidur atau masih jaga, kulihat gadis tinggi semampai dengan rambut lurus menjulai, entah seperti apa parasnya,
dia masuk ke rumah pak sampang.
SOrak aku terbangun tak ingin melanjutkan merebahkan diri, terbangun antara malu karena ada gadis, aku malu rebahan dilihat gadis
apalagi tertidur dan tiba- tiba bangun dengan mata merah dilihati gadis.

- bersambung

Cerpen karya avan lintang.

0 comments:

Post a Comment