Wednesday, April 6, 2011

Heroes Of Medogh

Anut runtut tansah reruntungan
Munggah mudhun gunung anjlog samudra
Gandheng rendhengan jejering rendheng
Reroncening kembang
Kembang temanten

Mantene wus dandan dadi dewa dewi
Dewaning asmara gya mudhun bumi
Ela mendhung, bubar mawur, mlipir-mlipir, gya sumingkir
Mahargya dalan temanten
Dalanpun dewa dewi

Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak,
Datan kendat, anut runtut, gya mudhun bumi...

Begitulah kata kata seorang seniman teater Sujiwo Tejo, syair itu akrab di telingaku mengiringi kenikmatanku menikmati pemandangan alam di mobil kijang bersama Crew Medogh. Kami berenam,aku, Mbak Kiki, Mas Satriyo, Tami, Mardi, dan mbak Atik dengan ditemani supir, pak Waris. Sudah setaun lamanya rencana piknik itu tapi baru terealisasikan di bulan april 2011.

Si Bos mempercayakan aku ama mardi jadi EO acara itu, tepatnya bukan EO sih tapi penggagas tempat pikinik yang aman, terjangkau biaya dan tenaga. Kita menuju ke plataran barat daya jogja yaitu Keteb ama Borobudur. Aku agak lupa jalan ke Keteb karena terakhir kesana kelas 1 SMA, kalo dihitung sudah sekitar 5 tahunan. Takjub melihatnya sampai q zoom lebih dekat lensa mataku menangkan landskap obek disana. Suasana desa yang indah, meski rumahku desa tapi otak, hati dan pikiran ini sudah tercemar hawa kota.


Setelah melewati jalan magelang yang macet karena pengaruh lahar dingin, akhirnya sampailah kita di jalan pedesaan yang dingin dan asri. Pemandangan diluar bak lukisan - lukisan realise yang tampak alami dan sedikit berkabut. Aku putuskan kututup novel yang tergenggam di tanganku dan menikmati pemandangan sawah-sawah hijau yang terhampar di singgasana alam meski kadang tercium bau kotoran ayam yang masuk melewati celah kaca mobil.


Satu jam lamanya melipat kaki, akhirnya sampai juga kita di Keteb. Foto- foto, itulah salah satu tujuan kita dan tripod pun berdiri. "Satu, dua, tiga, empat " setelah hitungan itu kita berpose deh karena kamera di Timer sama Mas satriyo. Sepanjang menikmati indahnya suasana pegunungan yang dingin, kita ditemani kamera Nikon seri berapa aku lupa yang siap merekam visual aktifitas kita disana. Yaitu kita jalan - jalan, Melihat Merbabu dan Merapi yang berkabut dari gardu pandang sampai ending nya kita makan jagung rame - rame. Enak bener, rasa jagungnya masih seger dan manis. Matahari kian naik dibalik awan yang tebal, dan kita pun masih bersantai, becanda gembira ditemani segelas kopi dan susu menambah keakraban kita . Suasana memusingkan di hari kerja sejenak terlupakan saat itu.


Hari sudah menunjukan siang, bergegaslah kita ke Candi tyrebesar di dunia, Borobudur.
Perjalanan suasananya seperti saat kita berangkat, malah sampai di kota terasa panas dan kami tutup aja jendela mobil rapat-rapat.
Samapailah kita di Borobudur, HTM nya lumayan mahal menurutku tapi sebanding juga sih ama biaya operasional dan pengelolaannya. Kita cukup merogoh 20.000 untuk masuk kesana. Sebelum masuk ke halaman candi kita diwajibkan mengenakan selendang bermotif borobudur, "lumayan bisa buat ajang narsis nanti" kataku dalam hati. Kita pun bernarsis ria lagi - lagi ditemani nikon dan tripod.


Bertumpuk batu-batu candi di siang yang mendung menambah inspirasi. Di balik pesona candi kita bertemu dengan seorang bule Ausy, ternyata dia adalah teman sekelas adikku. Rame - rame narsis di Borobudur.


Senang meski perut lapar rasanya. dan kita pun mampir di jejamuran untuk makan dan bersua.hahahha